“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya..”
(QS. At-Tiin:4)
Selain mendapatkan kepercayaan dari Allah SWT sebagai khairu ummah, kita juga diciptakan oleh Allah SWT sebagai sebaik-baik makhluk, sebaik-baik bentuk, sebaik-baik kondisi, dan sebaik-baik sarana. Ada potensi dahsyat dan hebat yang Allah berikan sebagai modal dasar kita sebagai manusia. Tetapi, modal dasar tersebut tidak akan berfungsi secara optimal selama kita tidak mendayagunakannya.
Sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia, bahwa diri kita terdiri dari tiga dimensi, yakni Jasad, Akal, dan Ruh. Ketiga dimensi yang ada dalam diri kita ini harus di pelihara agar seimbang (tawazun).
Jika diri kita hanya memelihara fisik saja, sementara akal dan ruh kita tidak di perhatikan, maka kita hanya akan memiliki fisik atau jasad yang kuat, sedangkan hati kita kering dan gersang. Sehingga hidup kita akan terasa hampa dan tidak tenteram.
Begitu juga halnya jika kita hanya mengasah kemampuan otak saja, sedangkan fisik dan ruhani tidak dijaga, maka kita ini ibarat orang yang memiliki pengetahuan, tetapi jasad kita sering sakit-sakitan, hatipun tidak tenteram dan ruhani kita akan tumpul.
Demikian pula jika kita hanya menerima santapan ruhani, sedangkan fisik kita lemah, makanan tidak dijaga, dan akal tidak di isi dengan ilmu yang bermanfaat, maka kehidupan kita akan menjadi timpang.
Penjelasan di atas menggambarkan betapa pentingnya kita menyeimbangkan tiga aspek yang menjadi sumber kecakapan bagi manusia, yakni Jasad (psikomotorik), akal (kognitif), dan ruh (afektif) yang mesti kita kembangan agar lahir kecakapan yang di harapkan serta memberi manfaat bagi diri kita maupun orang lain. Lalu bagaimana tips atau cara mengembangkan tiga aspek sikap tersebut, berikut saya jelaskan secara ringkas satu per satu:
1. Mengembangkan Pola Pikir (Kognitif)
Akal adalah karunia Allah yang amat besar bagi manusia.Karena memiliki fungsi yang amat sentral.Selain itu, akal adalah pembeda antara manusia dan binatang. Dengan akal pula manusia akan mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari diciptakannya langit dan alam semesta.
Membina pola pikir/kognitif, yakni membina kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sebagai penjabaran dari sifat Fathonah Rasulullah. Seorang yang Fathonah itu tidak saja cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berfikir dan bertindak. Mereka yang memiliki sifat Fathonah mampu menangkap gejala dan hakikat di balik semua peristiwa. Mereka mampu belajar dan menangkap peristiwa yang ada disekitarnya, kemudian menyimpulkannya sebagai pengalaman berharga dan pelajaran yang memperkaya khazanah intelektualnya. Mereka tidak segan untuk belajar dan mengajar, karena hidup hanya akan semakin berbinar ketika seseorang mampu mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Untuk bisa mewujudkan konsep pembinaan intelektual dalam Islam ini, maka harus di susun beberapa kaidah agar bisa memudahkan kita dalam membina seseorang dengan ilmu dan pemikiran yang benar. Hafiz mengemukakan pola pembinaan akal dalam membentuk pola pikir seseorang dari kecil hingga dewasa diawali dengan:
- Menanamkan kecintaan anak kepada ilmu,
- Membimbing anak menghafal sebagian ayat Al-Quran,
- Mengajarkan anak bahasa Arab dan bahasa asing lainnya, dan
- Mengarahkan anak pada kecenderungan bakatnya.
Pengaturan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri; orang yang mempunyai kemahiran ini, mampu mengontrol dan menyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Bagaimana dia memusatkan perhatian; bagaimana dia belajar; bagai mana dia menggali dari ingatan; bagai mana dia menggunakan pengetahuan yang dimilikinya, khususnya bila menghadapi masalah.
Dari Ibn Abbas r.a. Rasulullah saw bersabda: “Ajarilah anak-anakmu, mudahkanlah mereka dan jangan kau persulit, berilah kabar gembira kepada mereka, dan janganlah engkau menjadikan mereka lari meninggalkanmu. Apabila salah seorang di antara kalian marah, maka diamlah”. (HR. Bukhari, Ahmad, Ibnu A’diy, Qushabi, dan Ibn Syahnin).
2. Mengembangkan Sikap (Afektif)
Afektif, yakni pembinaan sikap mental (mental attitude) yang mantap dan matang sebagai penjabaran dari sikap amanah Rasulullah. Indikator dari seseorang yang mempunyai kecerdasan ruhaniah adalah sikapnya yang selalu ingin menampilkan sikap yang ingin dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati. Sikap hormat dan dipercaya hanya dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu yang kita anggap benar sebagai prinsip-prinsip yang tidak dapat di ganggu gugat.
Mengajarkan sikap lebih pada soal memberikan teladan, bukan pada tataran teoritis. Memang untuk mengajarkan seseorang bersikap, kita perlu memberikan pengetahuan sebagai landasan. Tetapi proses pemberitahuan ini harus ditindak-lanjuti dengan contoh.
Belajar sikap, berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek, berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) atau tidak berguna/berharga (sikap negatif).
Terdapat proses yang terjadi pada seseorang untuk memunculkan sikap yang positif maupun negatif, di antaranya:
1. Proses Pengkondisian
Proses pembentukan sikap melalui pengkondisian ini telah banyak di eksperimenkan oleh para ahli psikolog. Misalnya Pavlov dengan teorinya stimulus responddan Skinner dengan teorinya reinforcement yang dalam eksperimennya terhadap manusia lebih di kenal dengan nama “behavior modification”.
Terlepas dari teori yang dikemukaan oleh para ahli di atas, proses pengkondisian itu memang perlu dilakukan dalam pelekatan (internalisasi) nilai-nilai ajaran Islam. Proses pengkondisian ini telah di contohkan oleh Rasulullah ketika kota Mekah tidak lagi memungkinkan untuk penyebaran dan penegakan ajaran Islam, maka beliau hijrah ke Madinah. Disanalah beliau memupuk keimanan para sahabatnya, disanalah beliau menanamkan rasa persaudaraan, tenggang rasa, empati, kasih sayang, pengendalian diri, komitmen dan antisipatif, sportif dan terbuka.
2. Belajar dari Model
Pertunjukkan tingkah laku tertentu yang dimunculkan oleh seseorang yang dihormati, dikagumi dan dipercayai oleh kita, senantiasa akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita. Kita yang menyaksikan tingkah laku tersebut akan cenderung menirunya (imitasi) dan berbuat yang sama. Kita akan cederung berbuat sama manakala model tersebut sekaligus mendapat umpan balik dari orang ketiga yang memuji tindakan itu. Prinsip modeling ini sejalan dengan ungkapan Ki Hajar Dewantara “ing ngarsa sung tulada”.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diperkirakan peranan dan wujud beberapa fase dalam pembelajaran sikap atau tekanan yang harus diberikan pada hal-hal tertentu, yaitu: Pemotivasian, berperan dalam rangka belajar menurut pola pengkondisian. Pengkonsentrasian, perlu mendapat tekanan dalam belajar dari model. Pengolahan, mencernakan penjelasan verbal yang menyertai teladan yang diberikan oleh model atau menyertai izin untuk berbuat sesuatu yang disenangi, setelah seseorang menunjukkan prestasi. Umpan balik, Kita mendapat konfirmasi mengenai perbuatan dan perkataan kita yang mencerminkan suatu sikap positif.
3. Pengembangan Psikomotor
Psikomotor, yakni pembinaan tingkah laku dengan akhlak mulia sebagai penjabaran dari sifat shidiq Rasulullah dan pembinaan keterampilan kepemimpinan yang visioner dan bijak sana sebagai penjabaran sifat tabligh Rasulullah.
Belajar keterampilan motorik menuntut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani sampai menjadi suatu keseluruhan yang harus dilakukan dengan tulus karena Allah. Walaupun belajar keterampilan motorik mengutamakan gerakan-gerakan persendian dalam tubuh, namun diperlukan pengamatan melalui alat indera dan secara kognitif.Yang melibatkan pengetahuan dan pengalaman.Karena kompleksitas ini, oleh para psikolog belajar, disebut belajar “perseptual motor skill”.
Sebagai indikator kecakapan dari aspek psikomotor, berikut pendapat Kenneth dalam Rosyada, meliputi:
- Observing (memperhatikan)
- Imitation (peniruan)
- Practicing (pembiasaan); dan
- Adapting (penyesuaian).
Belajar keterampilan selalu menuntut pengamatan terhadap lingkungkan untuk menentukan posisi fisik, seperti posisi badan dan memperkirakan jarak, seperti dalam belajar menulis kaligrafi dan bermain olahraga. Pengkonsentrasian perlu ditekankan agar mendapatkan hasil yang maksimal tanpa menyebabkan disfungsi keadaan fisik.
Mempelajari prosedur yang harus diikuti dan melatih diri, baik sub-keterampilan maupun keseluruhan rangkaian gerak-gerik, disertai koordinasi dilakukan ketika siswa mengolah informasi teoritis ke dalam aplikasi kegiatan motorik. Fase ini memegang peranan penting sekali. Penggalian program mental yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang ( dari informasi yang telah dipelajari sebelumnya), diperkirakan akan langsung menjadi masukan bagi fase prestasi. Konfirmasi pengetahuan teoritis ke dalam tindakan aplikatif, dapat mengambil wujud umpan balik intrisinsik (dorongan dari dalam) atau ekstrinsik (pengaruh dari luar), dapat menyempurnakan keterampilan, sampai semuanya berjalan secara otomatis.
Otomatisasi keterampilan yang dikuasai menandakan keberhasilan dari kemampuan motoris yang direncanakan untuk dikuasai oleh seseorang.
Wallahua’lam….
Sumber: Perencanaan Pembelajaran karya Abdul Majid
No comments:
Post a Comment