Social Icons

Sep 23, 2013

Kiat-Kiat Mengurangi Lupa Dalam Belajar Part-1

Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan apa-apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita. Padahal menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan kita pelajari, kalau memang sistem akal kita mengolahnya dengan cara yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen.

Akan tetapi, kenyataan yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu. Seringkali terjadi, apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar diingat kembali dan mudah terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan.

Sebelumnya kita perlu mengetahui bahwa lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau di alami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

Dapatkah lupa dalam belajar di ukur secara langsung? Witting (1981) menyimpulkan berdasarkan penelitiannya, peristiwa lupa yang di alami seseorang tak mungkin dapat di ukur secara langsung. Sering terjadi, apa yang dinyatakan telah terlupakan oleh seseorang justru ia katakan. Apakah sesungguhnya yang menyebabkan kita lupa akan sebagian materi yang telah kita pelajari? Pada umumnya orang percaya bahwa lupa terutama disebabkan oleh lamanya tenggang waktu antara saat terjadinya proses belajar sebuah materi dengan saat pengungkapannya. Namun berdasarkan hasil-hasil penelitian, ternyata anggapan seperti itu nyaris tak terbukti. Berikut penjelasan mengenai sebab-sebab yang membuat kita lupa.

Faktor-faktor Penyebab Lupa 
Pertama, lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam system memori kita. Dalam interference theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1) proactive interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best, 1989; Anderson, 1990)

Seseorang akan mengalami gangguan proaktif apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila kita mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah kita kuasai dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.

Sebaliknya, seseorang akan mengalami gangguan retroaktif apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen orang tersebut. Dalam hal ini, materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain orang tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu.

Kedua, lupa dapat terjadi pada seseorang karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan.

  • Karena item informasi seperti (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
  • Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
  • Karena item informasi yang akan di reproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.


Ketiga, lupa dapat terjadi pada seseorang karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seseorang hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kuda nil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun bunatang.

Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat seseorang terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seseorang telah mengikuti proses mengajar-belajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat orang tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadap guru). Maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.

Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalakan. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.

Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seseorang yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan gegar otak akan kehilangan ingatan atas item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.

Mungkin itulah beberapa faktor penyebab lupa meskipun masih banyak lagi faktor-faktor lainnya. Lalu bagaimana cara untuk mengatasinya? Apakah materi pelajaran yang terlupakan benar-benar hilang dari ingatan atau akal kita? Menurut pandangan para ahli psikologi kognitif “tidak !” materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen kita, namun terlalu lemah untuk dipanggil atau diingat kembali. Bagaimanakah kiat-kiat untuk mengembalikan atau setidaknya mengurangi lupa dalam otak kita? Jawabannya akan kita temukan pada pembahasan berikutnya dalam bahasan “KIAT-KIAT MENGURANGI LUPA DALAM BELAJAR PART : 2”. Insya Allah..

No comments:

Post a Comment