Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengungkapkan, saat ini masih banyak anak Indonesia yang belum mengenyam pendidikan. Faktor utamanya adalah kesulitan ekonomi dan tingginya biaya pendidikan.
Menurut dia, maraknya komersialisasi pendidikan salah satunya adalah akibat paradigma orang tua yang keliru dalam memandang pendidikan. "Seolah-olah sekolah yang mahal sudah pasti bagus," katanya dalam diskusi "Hak Pendidikan untuk Anak" di Kantor Dirjen Perlindungan HAM Departemen Hukum dan HAM, Jakarta Kamis.
Tampak hadir Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta, Sylviana Murni, pengamat pendidikan Darmaningtyas serta Abdurrahman Suhaimi anggota Komisi E DPRD DKI. Hadir pula, berbagai perwakilan dari Komnas HAM dan Dirjen Perlindungan HAM.
Berdasarkan catatan Komnas PA, pada tahun 2004 sebanyak 283.990 dari 21.678.643 anak buta aksara. Sedangkan persentase anak yang tidak memperoleh pendidikan sebanyak 5,50 persen untuk SMP, 67,68 persen SLTA, dan 72,65 persen untuk pendidikan anak usia dini.
Adapun data anak yang putus sekolah pada 2002 dari SD-SLTA berturut-turut 1,45 persen, 2,27 persen dan 2,48 persen. Belum lagi, anak yang berada di daerah konflik dan dalam perlindungan khusus.
Oleh karena itu, Presiden mencanangkan program pendidikan untuk semua pada peringatan Hari Anak Nasional yang 23 Juli yang lalu. Harapannya, pada tahun 2015 tidak ada lagi anak yang putus sekolah.
No comments:
Post a Comment