Hallo Hay Sahabat Bintang apa kabar? Semoga selalu dalam naungan cintaNya yang selau tiada bertepi, dan pasti dengan caraNya. Bagaimana mudiknya? Menyenangkan? Pastinya yaa ^_^
Fenomena mudik sudah sangat akrab terutama bagi masyarakat Indonesia dengan segala plus minusnya. Ada yang menyambut sukacita karena bisa berkumpul dengan keluarga yang sekian lama tidak sempat bertemu karena tinggal diperantauan, tidak sedikit pula yang mengeluh dengan berbagai macam harga yang melambung naik. Dari harga pokok sampai harga tiket darat, laut dan udara, kecuali baju lebaran pasti banyak diskon yaa,hehe..
Ada yang pernah mengatakan bahagia itu pilihan, termasuk menghadapi mudik kali ini kita bisa niatkan dari awal sebagai sarana silaturahim untuk mempererat ukhuwah islamiah dengan keluarga, kerabat, dan juga tetangga. Merajut kembali hati-hati yang sempat jauh seiring jarangnya bersua. Jadi teringat sebuah kisah yang mungkin sahabat Bintang sudah sangat sering mendengarnya..
Dalam sebuah perjalanan udara Jakarta-Singapura seorang pemuda selalu mengajak ngobrol tetangga bangkunya, tak lupa dia juga sudah mnyediakan buku kalau-kalau ternyata yang diajak ngobrol merasa terganggu. Perjalanan kali ini dia bertetangga bangku dengan seorang ibu yang sudah sepuh dan keriput, memakai sendal jepit dan kerudung yang sudah kusut. Pemuda itu berfikir bahawa ibu ini sangat udik, TKW kah? Setua ini? Begitu si pemuda menyapa tampak senyum sumringah si Ibu
“Ibu mau kemana?” Tanya sang pemuda Ta’zim
“Singapura Nak”jawab sang Ibu bersahaja
“Hendak bekerja, atau..?”
“Bukan Nak, anak Ibu bekerja disana … “ jawab sang Ibu
Sang ibu menjelaskan bahwa belau mau menjenguk menantunya yang baru saja memberinya cucu dari putra ke-duanya yang menjadi seorang arsitek dan menjabat permanent resident. Sang Pemuda berdecak kagum. Ibu itu bercerita bahwa putranya ada 4 orang. Yang nomor tiga sudah menjadi dokter bedah di Jakarta, yang nomor empat mendapat beasiswa S2 di Jerman. Kembali sang pemuda kagum dan memuji si ibu karena dianggap telah berhasil mendidik putra-putranya dengan baik. Sang Ibu bekaca-kaca dengan berulang kali mengucap hamdalah.
“lalu bagaimana dengan putra ibu yang pertama?” lanjut pertanyaan si pemuda
“Dia tinggal dikampung nak, bersama dengan Ibu menggarap secuil tanah peninggalan Bapaknya” jawab si Ibu sambil terunduk kemudian pandangannya menerawang. Pemuda ini merasa tidak enak hati dan meminta maaf khawatir pertanyaanya menyinggung perasaan si Ibu.
“Oh tidak nak, bukan begitu.. Ibu bangga sekali padanya karena dialah yang rela membanting tulang membiayai adik-adiknya, dan selalu menyemangati adik-adiknya. Tanpa dia mungkin adik-adiknya tidak akan menjadi seperti sekarang ini” jawab si ibu sambil terisak. Pemuda itupun tak sanggup berkata apa-apa lagi.
Sang kakak mengajarkan pada kita hakikat cinta dalam ikatan ukhuwah yang terikat nasab, ikatan darah, dia suburkan cabang dan ranting dari jiwa-jiwa saudaranya agar menjulang menggapai langit.
Nah dapatkah moment silaturahim lebaran kali ini mempererat tali ukhuwah islamiah kita minimal dengan saudara kandung kita, menyuburkan cintaNya, menguatkan kembali asa-asa dalam keluarga. Rela berkorban apapun jua..Dan jawabannya adalah “harusnya ia” dan itu adalah pilihan J
Salam Uhuwah ({})
Taqabalallahu minna waminkum shiyamana washiyamakum
Happy Ied Mubarak 1343 H
Insp : Dalam Dekapan Ukhuwah by Salim A Fillah
No comments:
Post a Comment